Technopreneurship : Wirausaha Teknologi

Written by Quantum Study Club on 10.41

Add & Edited By:
Arip Nurahman & Angga Fuja W.
Department of Physics
Faculty of Sciences and Mathematics, Indonesia University of Education

and

Follower Open Course Ware at Massachusetts Institute of Technology
Cambridge, USA
Department of Physics
http://web.mit.edu/physics/
http://ocw.mit.edu/OcwWeb/Physics/index.htm
&
Aeronautics and Astronautics Engineering
http://web.mit.edu/aeroastro/www/
http://ocw.mit.edu/OcwWeb/Aeronautics-and-Astronautics/index.htm














Peristiwa dan Kegiatan


Seminar "Technopreneurship : Mandiri bersama Teknologi"

When
30 Juni 2008
Where
Aula Barat ITB
Organizer
Teknik Fisika 2007
Category
ITB
Participant
Mahasiswa dan Umum
Description
Seminar "Technopreneurship : Mandiri bersama Teknologi", mendatangkan sebagai pembicara :

Dr. Onno W. Purbo (Pakar Teknologi Informasi)

Dwi Larso, PhD (CIEL – SBM ITB)

Rendy Maulana (Entrepreuner, SBM ITB 2004)



Waktu dan Tempat Kegiatan :

Senin, 30 Juni 2008

pk. 08.00 - 12.00

Aula Barat ITB

Jalan Ganesa 10 Bandung 40132



Biaya Registrasi:

Rp.10.000 (pelajar dan mahasiswa)

Rp.25.000 (umum)



Penjualan tiket mulai tanggal 23 Juni 2008 di Selasar Labtek VI depan Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik (HMFT) atau langsung saat hari acara.



Fasilitas :

Snack

Sertifikat

Seminar Kit





Pendaftaran : Niken (0856 24 011 022)

Format SMS : Nama_instansi/fakultas/sekolah_no.kontak


















BANDUNG, itb.ac.id – Pada hari Senin (30/6) telah berlangsung seminar Technopreneurship “Mandiri Bersama Teknologi” yang diprakarsai oleh mahasiswa Teknik Fisika Angkatan 2007. Seminar berlangsung di Aula Barat ITB dari pukul 9.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Hadir sebagai pembicara pada seminar ini, Onno W. Purbo, pakar internet Indonesia, Dwi Larso, ketua Center For Innovation, Entrepreneurship, and Leaderdship (CIEL) ITB, serta Rendy Maulana, entrepreneur muda di bidang web hosting.



Pada sesi pertama seminar ini, Rendy Maulana menjelaskan mengenai pengalamannya mengenai usaha yang telah dirintisnya baru-baru ini. Rendy memulai usahanya sejak masih menjadi mahasiswa. Ada banyak sekali tips yang diberikan oleh Rendy bagi para mahasiswa yang berminat untuk memulai usahanya sendiri, terutama yang berhubungan dengan dunia internet. Di dalam dunia bisnis dan entrepreneurship, satu tambah satu belum tentu dua, karena ada resiko yang harus ditanggung oleh para pengusaha, namun justru hal itu yang menguji mental seorang pengusaha. Rendy baru saja menyelesaikan tugas akhirnya beberapa bulan yang lalu, sekaligus menghapuskan anggapan salah yang banyak berkembang di masyarakat bahwa entrepreneur sukses harus orang-orang “drop out” kuliah.



Pada sesi kedua, Dwi Larso memberikan presentasi mengenai konsep-konsep bisnis secara umum. Selain menjabat Ketua CIEL ITB, Dwi juga merupakan dosen SBM ITB. Dwi menyayangkan keadaan yang terjadi di Indonesia, terutama mengenai kesadaran untuk berwirausaha. Banyak sekali kaum intelektual yang diwakili oleh mahasiswa lebih banyak yang cari aman saja, yaitu dengan bekerja kepada orang lain. Hal ini disebabkan oleh paradigma yang umum terdapat di masyarakat, bahwa kuliah mengharuskan seseorang menerapkan ilmunya di dunia kerja. Dwi juga mengungkapkan bahwa keadaan yang lebih menyedihkan lagi adalah 95% usaha yang ada di Indonesia merupakan usaha kecil, sedangkan 5% lagi adalah usaha tingkat besar. Hal ini otomatis menyisakan hampir 0% usaha yang berada di tingkat menengah. Padahal, kriteria sebuah negara berkembang yang baik, memerlukan setidaknya ada 10% usaha yang berada di tingkat menengah. Hal ini lagi-lagi berkaitan dengan sikap mental dari para pengusaha yang harus dilatih agar berani mengembangkan usaha kecilnya menjadi lebih besar.



Sedangkan Onno W. Purbo memaparkan secara lebih spesifik mengenai perkembangan teknologi informasi dan internet, khususnya di Indonesia. Onno mengakui bahwa dirinya sekarang adalah mantan dosen, tetapi masih tetap mengajar, dan lingkup ajarannya mencakup lebih banyak lagi orang karena perangkat yang digunakannya, yaitu internet. Internet memang sangat penemuan yang sangat dahsyat, namun jadikanlah internet hanya sebagai perangkat bantu, bukan segalanya. Onno yang juga salah seorang pendukung teknologi open source, menjelaskan bahwa sebenarnya orang Indonesia memang miskin-miskin, tapi tidak bodoh. Namun justru karena kemiskinan yang mendera masyarakat Indonesia, menjadikan orang-orang Indonesia sangat kreatif. Teknologi-teknologi yang berkembang di dunia internet, seperti jaringan internet RT/RW (RT/RW net), wajan-bolic, telepon murah (VoIP), semuanya tercipta karena biaya teknologi internet yang dulu mahal, sehingga menuntut orang Indonesia untuk kreatif. Hasilnya, bukan hanya orang Indonesia saja yang ingin menikmati teknologi ini, namun orang-orang di seluruh dunia juga ingin menikmatinya. Sebagai akibatnya, Onno banyak bepergian ke luar negeri untuk memberikan workshop kepada orang-orang luar negeri yang ingin mempelajari teknologi ini. Beberapa negara yang pernah dikunjungi Onno dalam rangka membagikan ilmunya adalah Bhutan, Denmark, Malaysia, Pretoria, dan Kanada. Menurut Onno, inti dari segalanya bukanlah keinginan untuk mencari rezeki. Namun, keinginan untuk membagikan pengetahuan kepada orang banyak, semakin banyak yang kita bagikan, semakin banyak pula pahala yang kita dapatkan. “Jangan takut, karena kalkulator yang di- Atas tidak pernah salah”, kata Onno.



Seminar Technopreneurship yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa ini ditutup dengan sesi tanya jawab. Cukup beragam pertanyaan yang diberikan kepada para pembicara, menandakan kesadaran untuk mulai berwirausaha sejak dini telah tertanam di benak mahasiswa.


Defining

Entrepreneurship
In his book titled “Innovation and Entrepreneurship”, Peter F. Drucker describes an entrepreneur as not just someone who starts his own, new and small business: You can be a corporate employee and still be entrepreneurial. He further states that not every new small business is entrepreneurial because entrepreneurship is the practice of consistently converting good ideas into profitable commercial ventures. This excludes that umpteenth lechon manok restaurant that opened downtown or that new sari-sari store that’s the 25th to open within a 200-meter radius but includes McDonald’s for (profitably) transforming fast food into what it is today.

Innovation
In the same book, Prof. Drucker challenges common knowledge by showing, through real-world examples, that innovation does not have to be technical, and does not have to be a “thing” altogether. Rather, he defines innovation as the systematic act of turning “something” (product, idea, information, technology, etc.) into a resource that is of high value to its target market. He cites the example of transforming bauxite–formerly considered a nuisance because it did nothing but make land infertile–to aluminum which is now considered important to the world economy because of its many applications.

Technology
Technology is not necessarily “hi-tech”, indeed does not always have to be technical. Technology is simply defined as applications of knowledge to human work. Thus accounting, Economic Order Quantity, word-of-mouth marketing, and well-defined mentoring programs are all technologies.

What is technopreneurship then?
As I understand it, technopreneurship is, by a large part, still entrepreneurship. The difference is that technopreneurship is either involved in delivering an innovative hi-tech product (e.g. Intel) or makes use of hi-tech in an innovative way to deliver its product to the consumer (e.g. eBay), or both (e.g. most pharmaceutical companies).


TECHNOPRENEURSHIP

By Manuel Cereijo


High-tech and entrepreneurial skills are driving our economy back to prosperity. Technopreneursip-merging technology prowess and entrepreneurial skills- is the real source of power in toda's knowledge-based economy. A technopreneur distinguishes logic from tradition, tradition from prejudice, prejudice from common sense and common sense from nonsense while integrating a variety of ideas from diverse groups and disciplines.

Technopreneurship is not a product but a process of synthesis in engineering the future of a person, an organization, a nation and the world. Strategic directions or decision-making processes are becoming more demanding and complex. This requires universities, and in site professional development programs and training to produce strategic thinkers who will have skills to succeed in a rapidly changing global environment.

Traditional university programs, however, lack the teaching methods to turn today's students into creative, innovative, visionary global leaders who understand the importance of technopreneurship. Recent technological advances and global competitiveness have changed and broadened the nature of liberal arts to embrace humans and machines. The answer is not creating new liberal arts or soft-skills courses, but integrating them into the general technical curriculum. These changes take time. Also, what about present and past universities' graduates? The solution is to increase in site training and development at all levels of a corporation.

These programs should focus on what workers and professionals should be able to do. These include functioning on multidisciplinary teams, communicating effectively, acquiring updated knowledge of technological developments, and understanding the basic technical concepts and there new applications and improvements.

Creativity is breaking the conventional mental blocks and playing with imagination and possibilities, leading to new and meaningful connections and outcomes while interacting with ideas, people and the environment. Technopreneurship is the only source of long-run sustainable competitive advantage. In an era of man-made brainpower industries, individual, corporate, and national economic success will all require both new and more extensive skills sets than have been required in the past . By themselves skills don't guarantee success. They have to be put together in successful organizations. But without skills and technopreurship there are no successful organizations.


END


Manuel Cereijo
July, 2002

Este y otros excelentes artículos del mismo AUTOR aparecen en la REVISTA GUARACABUYA con dirección electrónica de:

www.amigospais-guaracabuya.org


menggunakan sumber daya manusia lulusan perguruan tinggi yang kompeten dan memiliki jiwa kewirausahaan. Akan tetapi tidak setiap lulusan perguruan tinggi memiliki jiwa kewirausahaan seperti yang diinginkan oleh lapangan kerja tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil lulusan perguruan tinggi yang memiliki jiwa kewirausahaan. Di sisi lain, krisis ekonomi menyebabkan jumlah lapangan kerja tidak tumbuh, dan bahkan berkurang karena bangkrut. Dalam kondisi seperti ini, maka lulusan perguruan tinggi dituntut untuk tidak hanya mampu berperan sebagai pencari kerja tetapi juga harus mampu berperan sebagai pencipta kerja. Keduanya memerlukan jiwa kewirausahaan.


Oleh karena itu, agar supaya perguruan tinggi mampu memenuhi tuntutan tersebut, berbagai inovasi diperlukan diantaranya adalah inovasi pembelajaran dalam membangun generasi technopreneurship di era informasi sekarang ini. Ada suatu pendapat bahwa, saat ini sebagian besar lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih lemah jiwa kewirausahaannya. Sedangkan sebagian kecil yang telah memiliki jiwa kewirausahaan, umumnya karena berasal dari keluarga pengusaha atau dagang. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa kewirausahaan adalah merupakan jiwa yang bisa dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan umumnya memiliki potensi menjadi pengusaha tetapi bukan jaminan menjadi pengusaha, dan pengusaha umumnya memiliki jiwa kewirausahaan.


Proses pembelajaran yang merupakan inkubator bisnis berbasis teknologi ini dirancang sebagai usaha untuk mensinergikan teori (20%) dan Praktek (80%) dari berbagai kompetensi bidang ilmu yang diperoleh dalam bidang teknologi & industri. Inkubator bisnis ini dijadikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran dengan atmosfir bisnis yang kondusif serta didukung oleh fasilitas laboratorium yang memadai.Tujuan implementasi inovasi dari kegiatan inkubator bisnis berbasis teknologi ini adalah menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa sebagai peserta didik. Sedangkan manfaat yang diperoleh bagi institusi adalah tercapainya misi institusi dalam membangun generasi technopreneurship dan meningkatnya relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia industri. Sedangkan manfaat bagi mitra kerja adalah terjalinnya kerja sama bisnis dan edukasi.


Kerjasama ini dikembangkan dalam bentuk bisnis riil produk sejenis yang memiliki potensi ekonomi pasar yang cukup tinggi.Proses globalisasi yang sedang terjadi saat ini, menuntut perubahan perekonomian Indonesia dari resourced based ke knowledge based. Resource based yang mengandalkan kekayaan dan keragaman sumber daya alam umumnya menghasilkan komoditi dasar dengan nilai tambah yang kecil. Salah satu kunci penciptaan knowledge based economy adalah adanya technology entrepreneurs atau disingkat techno-preneur yang merintis bisnis baru dengan mengandalkan pada inovasi. Hightech business merupakan contoh klasik bisnis yang dirintis oleh technopreneurs.Bisnis teknologi dunia saat ini didominasi oleh sektor teknologi informasi, bioteknologi dan material baru serta berbagai pengembangan usaha yang berbasiskan inovasi teknologi. Bisnis teknologi dikembangkan dengan adanya sinergi antara teknopreneur sebagai pengagas bisnis, Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian sebagai pusat inovasi teknologi baru, serta perusahaan modal ventura yang memiliki kompetensi dalam pendanaan.Jumlah usaha kecil menengah berbasis teknologi (UKMT) di Indonesia berkembang dengan pesat.


Kecenderungan peningkatan ini lebih didorong oleh terbatasnya peluang kerja di industri-industri besar karena pengaruh krisis ekonomi dan mulai munculnya technopreneurship di kalangan lulusan pendidikan tinggi teknik.Dalam menghadapi era globalisasi, persaingan akan semakin ketat, sehingga sangat dibutuhkan kebijakan-kebijakan dan aktivitas-aktivitas secara langsung yang dapat meningkatkan daya saing UKMT di kemudian hari. Kesulitan dan hambatan pada UKMT di Indonesia dalam mengembangkan usahanya adalah lemahnya jalur pemasaran, dukungan teknologi dan terbatasnya permodalan.


Terlebih lagi, bagi pengusaha pemula, masalah ini akan terlihat lebih besar dan menjadi kendala cukup besar dalam mengembangkan usahanya.Sampai saat ini belum banyak institusi pemerintah maupun swasta yang dapat memberikan dukungan secara langsung untuk pengembangan UKMT khususnya bagi pengusaha pemula. Sehingga sangat dibutuhkan suatu wadah yang dapat memberikan dukungan langsung berupa fasilitas-fasilitas yang dapat membantu UKMT khususnya membantu pengusaha pemula dalam melaksanakan dan mengembangkan usahanya.Dalam rangka turut serta membantu dan mendukung secara langsung kegiatan UKMT khususnya kegiatan pengusaha pemula, maka dipandang sangat perlu untuk dapat membangun suatu wadah yang memiliki fasilitas yang dapat mendukung secara langsung kegiatan operasional, promosi, pemasaran, konsultasi teknologi produksi, investasi dan permodalan. Dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut, diharapkan UKMT khususnya pengusaha pemula di Indonesia dapat mengembangkan usahanya lebih cepat dan terarah.


Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi anak bangsa, semoga munculnya generasi technopreneurship dapat memberikan solusi atas permasalahan jumlah pengangguran intelektual yang ada saat ini. Selain itu juga bisa menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak kita dan juga Bangsa Indonesia.


___________Tata Sutabri S.Kom, MM --
Deputy Chairman of STMIK INTI INDONESIA,
Pemerhati Dunia Pendidikan TI,
Jl. Arjuna Utara No.35 – Duri Kepa Kebon Jeruk,
Jakarta Barat 11510 Telp. 5654969,
e-mail : tata.sutabri@inti.ac.id


http://www3.ntu.edu.sg/ntc/


Nanyang Technopreneurship Center (NTC) was established in January 2001 as a joint venture between Nanyang Technological University (NTU) and the Economic Development Board (EDB), Singapore.

As a multi-disciplinary university-level center, NTC is to be the focal point of technology entrepreneurship development within the University and the region, where creativity and entrepreneurship will thrive, leading to the creation of new business ventures that will provide the new engine of growth for Singapore.

Leveraging on the creativity of its staff and students - 90% of whom are in either engineering or business, NTU is well poised to advance technopreneurship.


(Dr) Tan Teng-Kee
Director, Nanyang Technopreneurship Center
Assoc Professor & Director
Professor of Entrepreneurship, Strategic Marketing & Strategy

Director, China Strategy Group
Director, Lien-Chinese Enterprise Research Centre
Director, Nanyang Ventures Consulting (Shanghai) Co Ltd

"Nanyang Technopreneurship Center, together with our Innovation and Technology Transfer Office, offers an entrepreneurial culture by planting the seeds for new ventures, preparing entrepreneurs through technopreneurship education, and providing the infrastructure to perpetuate and support new start-ups and venture.
Our approach is one of integrated value chain of enterprise creation; one that welcomes start-ups, tolerates failure and rewards ha
ndsomely."

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
  1. 0 comments: Responses to “ Technopreneurship : Wirausaha Teknologi ”